- Back to Home »
- Design Pembelajaran
Posted by : Septika Soohyun
Selasa, 11 Maret 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan
bekal yang sangat pokok. Berdasarkan kemampuan itu manusia telah berkembang
selama berabad abad yang lalu dan tetap terbuka kesempatan yang luas baginya
untuk memperkaya diri dan mencapai taraf kebudayaan yang lebih tinggi. Masing
masing manusia pun mengalami banyak perkembangan di berbagai bidang, kemampuan
ini didapat karena adanya kemampuan untuk belajar. Tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Setiap guru / pengajar berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
siswanyanya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.Tujuan utama para pendidik
adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Tujuan
merupakan sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha selesai.
Karena instruksi atau pengajaran merupakan suatu usaha dan kegiatan yang
berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan
bertingkat. Tujuan dari pendidikan
bukanlah suatu benda yang berbentuk dan statis. Tetapi ia merupakan suatu
keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek
kehidupannya.
Kalau kita
melihat kembali pengertian instruksi atau pengajaran, akan terlihat dengan
jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pengajaran
secara keseluruhan, yaitu ”sesuatu yang harus dicapai oleh siswa setelah mereka
diberikan pengajaran oleh guru.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian tujuan instruksional khusus?
2. Apakah
syarat-syarat tujuan instruksional khusus?
3. Bagaimana
cakupan tujuan isntruksional?
4.
Bagaimana
merumuskan tujuan istruksional khusus?
C. Tujuan penulisan
• Memberi informasi tentang pengertian tujuan
instruksional khusus
• Menjelaskan bagaimana merumuskan
tujuan instruksional khusus
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
merupakan terjemahan dari specific instructional objective. Literatur
asing menyebutkannya pula sebagai objective, atau enabling objective,
untuk membedakannya dengan general instructional objective, goal, atau
terminal objective. Yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau
tujuan instruksional akhir.
Dalam program applied approach (AA) yang telah
digunakan di perguruan tinggi seluruh Indonesia TIK disebut sasaran belajar
(sasbel) (Suparman, 2004: 158). Sasbel menurut Soekartawi, Suhardjono dkk
(1995: 41) adalah pernyataan tujuan instruksional yang sudah sangat rinci.
sasaran belajar harus dituliskan dari segi kemampuan peserta didik. Artinya
mengungkapkan perubahan apa yang diharapkan terjadi pada diri mahasiswa setelah
mengikuti pengajaran pada satu pokok bahasan tertentu.
Dick dan Carey
(1985) (dalam
Suparman, 2004: 158) telah mengulas bagaimana Robert
Mager mempengaruhi dunia pendidikan khususnya di Amerika untuk merumuskan TIK
dengan sebuah kalimat yang jelas dan pasti serta dapat diukur. Perumusan
tersebut berarti TIK diungkapkan secara tertulis dan diinformasikan kepada
siswa atau mahasiswa dan pengajar mempunyai pengertian yang sama tentang apa
yang tercantum dalam TIK.
Perumusan TIK
harus dilakukan secara pasti artinya pengertian yang tercantum di dalamnya
hanya mengandung satu pengertian dan tidak dapat ditafsirkan kepada bentuk
lain. Untuk itu TIK harus dirumuskan ke dalam kata kerja yang dapat dilihat
oleh mata.(Suparman, 2004: 159). Menurut Soedjarwo (1995: 81) Penulisan sasaran
belajar sedikitnya menyatakan tentang: a). Isi materi dan bahasan b). Tingkat
penampilan yang diharapkan c). Prasyarat pengungkapan hasil kerja. Tentunya
secara ideal diharapkan peserta didik mendapatkan perubahan secara menyeluruh,
baik dalam pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan
(motorik).
Tujuan
instruksional dapat menjadi arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang akan dicapai mahasiswa pada akhir proses instruksional. Keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan apa
yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Tujuan Instruksional
Khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau
menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh
siswa.
B.
Syarat-Syarat Tujuan
Instruksional Khusus
Tujuan Instruksional Khusus merupakan penjabaran dari
Tujuan Instruksional Umum. Dalam perumusan TIK harus memperhatikan rambu-rambu
sebagai berikut:
1. Rumusan
Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses
belajar. Misalnya setelah mengikuti proses diskusi guru mengharapkan siswa
mampu mengidentifikasi ciri- ciri nilai sosial. Rumusan Tujuan Instruksional
Khusus yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi nilai sosial”.
2. Perangkat
Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah
komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional Khusus
hendaknya dari jenjang yang berbeda. Misalnya, jika dalam satu rencana
pembelajaran ada tiga Tujuan Instruksional Khusus, kemampuan yang dituntut
Tujuan Instruksional Khusus :
a) Dapat menjelaskan;
b) Dapat memberi contoh
dan ;
c) Dapat
menggunakan;
3. Kemampuan yang dituntut dalam
rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan kemampuan siswa
4. Banyaknya TIK yang dirumuskan harus
sesuai dengan waktu yang tersedia untuk mencapainya (Hernawan, 2005).
C. Cakupan Tujuan Instruksional
Menurut
Bloom dalam bukunya “Taxonomy of
Educational Objectives” mengolongkan tujuan pendidikan/instruksional, dalam
tiga ranah, yakni: ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotorik
a.
Kognitif (proses berfikir )
Kognitif adalah kemampuan
intelektual siswa dalam berpikir, menegtahui dan memecahkan masalah.Menurut
Bloom (1956) tujuan domain kognitif terdiri atas enam bagian :
1)
Pengetahuan
(knowledge)
Mengacu kepada kemampuan mengenal
materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang
sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar.
2)
Pemahaman
(comprehension)
Mengacu kepada kemampuan memahami
makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat
berfikir yang rendah.
3)
Penerapan
(application)
Mengacu kepada kemampuan
menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru
dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip. Penerapan merupakan tingkat
kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
4)
Analisis
(analysis)
Mengacu kepada kemampun
menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor-faktor penyebabnya
dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya
sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan
tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun
penerapan.
5)
Sintesa
(evaluation)
Mengacu kepada kemampuan
memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur
atau bentuk baru. Aspek ini memerluakn tingkah laku yang kreatif. Sintesis
merupakan kemampuan tingkat berfikir yang lebih tinggi daripada kemampuan
sebelumnya.
6)
Evaluasi
(evaluation)
Mengacu kemampuan memberikan
pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi
merupakan tingkat kemampuan berfikir yang tinggi.
Aspek kognitif lebih didominasi oleh alur-alur
teoritis dan abstrak. Pengetahuan akan menjadi standar umum untuk melihat
kemampuan kognitif seseorang dalam proses pengajaran.
b.
Afektif (nilai atau sikap)
Afektif atau intelektual adalah
mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup dan operasiasi siswa. Menurut
Krathwol (1964) klasifikasi tujuan domain afektif terbagi lima kategori :
1)
Penerimaan
(recerving)
Mengacu kepada kemampuan
memperhatikan dan memberikan respon terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan
merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.
2)
Pemberian
respon atau partisipasi (responding)
Satu tingkat di atas penerimaan.
Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif, menjadi peserta dan
tertarik.
3)
Penilaian
atau penentuan sikap (valung)
Mengacu kepada nilai atau
pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi
seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi “sikap dan opresiasi”.
4)
Organisasi
(organization)
Mengacu kepada penyatuan nilai,
sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan
konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup
tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
5)
Karakterisasi
/ pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex)
Mengacu kepada karakter dan daya
hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang nilai teratur sehingga tingkah
laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam
kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa.
Bidang afektif dalam psikologi akan memberi peran
tersendiri untuk dapat menyimpan menginternalisasikan sebuah nilai yang
diperoleh lewat kognitif dan kemampuan organisasi afektif itu sendiri. Jadi
eksistensi afektif dalam dunia psikologi pengajaran adalah sangat urgen untuk
dijadikan pola pengajaran yang lebih baik tentunya.
c.
Psikomotorik (keterampilan)
Psikomotorik adalah kemampuan
yang menyangkut kegiatan otot dan fisik. Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan
domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu :
1)
Peniruan
terjadi ketika siswa mengamati
suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi
koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk
global dan tidak sempurna.
2)
Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan
mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu
penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut
petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
3)
Ketetapan
memerlukan kecermatan, proporsi
dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respon-respon lebih
terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
4)
Artikulasi
Menekankan koordinasi suatu
rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan
atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.
5)
Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang
ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis.
Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan
tertinggi dalam domain psikomotorik.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa domain
psikomotorik dalam taksonomi instruksional pengajaran adalah lebih
mengorientasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, di mana sebagai
fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang terdapat lewat kognitif dan
diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikasikan
dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik ini.
D. Langkah Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus
Langkah Merumuskan TIK (tujuan intruksional khusus) yaitu terdiri dari :
a. Membuat sejumlah TIU (tujuan instruksinal umum) untuk setiap mata
pelajaran bidang studi yang akan diajarkan.
b. Dari masing-masing TIU dijabarkan menjadi sejumlah TIK yang rumusannya
jelas, khusus, dapat diamati, terukur, dan menunjukkan perubahan tingkah laku.
Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu
format Mager dan ABCD format.
• Format Merger
Merger merekomendasikan syarat–syarat untuk menentukan tujuan perilaku
yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a. Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh
pembelajar
b. Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai
c. Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima
Uraian di
atas menunjukan bahwa Merger mengemukakan tujuan tersebut dirumuskan dengan
menentukan bagaimana pembelajar harus melakukannya, bagaimana kondisinya, serta
bagaimana mereka akan melakukannya. Dalam penjabaran TIK ini Merger melibatkan
tiga aspek yaitu begaimana kondisi pencapaian tujuan, kriteria yang ingin
dicapai, serta bagaimana tingkah laku pencapaiannya.
Merger mendiskripsikan
audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan menggunakan sebuah format
”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang menggunakan format Marger
ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the student will be able to”.
• Format ABCD
Menurut Knirk dan Gustafson (1986), Ada empat
komponen yang harus ada dalam rumusan tujuan, yaitu Format ABCD digunakan oleh Institusi Pengembangan Pembelajaran, pada
prinsipnya format ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada
bagian ini menambahkan dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek
pembelajar. Unsur– unsur tersebut dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat
kata sebagai berikut :
A =
Audience
B =
Behaviour
C =
Condition
D =
Degree
a.
Audience
Audience merupakan siswa atau mahasiswa yang akan
belajar, dalam hal ini pada TIK perlu dijelaskan siapa mahasiswa atau siswa
yang akan belajar. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut harus
dijelaskan secara spesifik mungkin, agar seseorang yang berada di luar populasi
yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri seperti siswa
atau mahasiswa yang menjadi sasaran dalam sistim instruksional tersebut.
b. Behavior
Behavior merupakan prilaku yang spesifik yang akan
dimunculkan oleh mahasiswa atau siswa tersebut setelah selesai mengikuti proses
belajar tersebut . Perilaku ini terdiri dari dua bahgian penting yaitu kata
kerja dan objek. Kata kerja ini menunjukkan
bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu seperti menyebutkan, menjelaskan,
menganalisis dan lainnya. Sedangkan objek menunjukkan apa yang
didemonstrasikan.
c.
Condition
Condition
berarti batasan yang dikenakan kepada mahasiswa atau alat yang digunakan
mahasiswa ketika ia tes.Kondisi ini dapat memberikan gambaran kepada pengembang
tes tentang kondisi atau keadaan bagaimana siswa atau mahasiswa diharapkan
dapat mendemonstrasikan perilaku saat ini di tes,misalnya dengan menggunakan
rumus tertentu atau kriteria tertentu.
d. Degree
Degree
merupakan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mencapai perilaku tersebut,
adakalanya mahasiswa diharapkan dapat melakukan sesuatu dengan sempurna tanpa salah dalam waktu dua jam dan lainnya. Sejumlah rumusan ABCD dalam
penerapannya terkadang tidak disusun secara ber urutan namun dapat dibalik-balikkan
. Dalam praktek sehari-hari perumusan TIK terkadang hana mencantumkan dua
komponen saja , yaitu A dan B sehingga ketika diukur tidak memiliki kepastian
dalsam menyusun tes.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Tujuan instruksional merupakan penjabaran dari
tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan, secara nasional tujuan pendidikan
tercantum dalam pembukaan Undang undang dasar 1945 yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa. Gambaran tentang ciri ciri kedewasaan yang perlu dikembangkan pada anak
didik dapat ditemukan dalam penentuan perumusan mengenai tujuan pendidikan,
baik pada taraf nasional maupun taraf pengelolaan institusi pendidikan.
Perumusan suatu tujuan pendidikan yang menetapkan hasil yang harus diperoleh
siswa selama belajar, dijabarkan atas pengetahuan dan pemahaman, keterampilan,
sikap dan nilai yang telah menjadi milik siswa. Adanya tujuan tertentu
memberikan arah pada usaha para pengelola pendidikan dalam berbagai taraf
pelaksanaan. Dengan demikian usaha mereka menjadi tidak sia sia karena bekerja
secara profesional dengan berpedoman pada patokan yang jelas.
Dalam proses belajar mengajar tujuan instruksional
dapat di bagi menjadi 2 yaitu tujuan instruksional umum yang menggariskan hasil
hasil di aneka bidang studi yang harus dicapai siswa dan tujuan instruksional
khusus (TIK) yang merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum yang
menyangkut suatu pokok bahasan sebagai tujuan pengajaran yang konkrit dan
spesifik.
Di dalam ilmu psikologi mengenal pembagian aspek
kepribadian atas tiga kategori yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek
psikomotorik. Ketiga aspek ini sampai saat ini dilakukan oleh tenaga pengajar
dalam melakukan penilaian terhadap materi yang telah disampaikan disamping
melakukan analisis tugas belajar
DAFTAR
PUSTAKA
Suparman, M.Atwi, 2001,
Desain Instruksional, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional